Perubahan kurikulum yang kini
telah memasuki tahapan uji publik tidak akan pernah lepas dari masalah
peningkatan kualitas guru. Pasalnya, guru di lapangan nyaris selalu jadi
kambing hitam dari kegagalan berbagai kurikulum yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Praktisi pendidikan, Romo Benny
Susetyo, mengatakan bahwa jika pemerintah berniat untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia maka sebaiknya peningkatan kualitas guru menjadi target
utama yang dilakukan bukan malah merombak secara keseluruhan kurikulum yang
belum sepenuhnya mencapai tujuan.
"Yang pertama itu benahi
guru bukan malah mengutak-atik kurikulum. Saya rasa pemerintah juga tahu kalau
hampir 80 persen guru di Indonesia kualitasnya masih rendah," kata Benny,
saat jumpa pers di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jalan Kalibata
Timur, Jakarta, Rabu (5/12/2012).
Ia menyayangkan bahwa peningkatan
kualitas guru yang harusnya menjadi prioritas justru dikesampingkan oleh
pemerintah. Hal ini terbukti dengan sedikitnya pelatihan yang diterima oleh
para guru di seluruh Indonesia. Padahal semestinya pelatihan yang berfungsi
untuk memperbaiki kualitas guru ini dilaksanakan secara berkala.
"Harusnya kan pelatihannya
rutin. Ini guru sudah bertahun-tahun hanya sekali melakukan training,"
ujar Benny.
Sekretaris Jenderal Federasi
Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, membenarkan bahwa pemerintah
tidak pernah sungguh-sungguh meningkatkan kualitas guru. Ini terbukti dari
survei yang dilakukan pihaknya pada guru-guru yang tersebar di 20 daerah. Dari
survei tersebut, sebanyak 62 persen guru Sekolah Dasar (SD) tidak pernah
mendapat pelatihan.
"Bayangkan saja itu. Padahal
perubahan kurikulum paling besar ada di tingkat dasar. Tapi pelatihannya justru
paling minim," jelas Retno.
"Minimnya pelatihan ini
jugaa terbukti, guru di daerah pelosok sudah 33 tahun tidak pernah ikut
pelatihan. Untuk kota besar, rata-rata dalam lima tahun hanya sekali
pelatihan," imbuhnya.
Sementara itu, Uji Kompetensi
Guru (UKG) yang selalu disebut oleh pemerintah sebagai salah satu instrumen
peningkatan kualitas guru tidak memiliki dampak yang signifikan. Menurutnya,
UKG sendiri hanya sekadar menegaskan dan memperjelas bahwa kualitas guru di
Indonesia memang masih rendah.
"Jadi bukan terus menjadi
solusi dan langkah untuk peningkatan kualitas guru. Jatuhnya hanya membenarkan
bahwa kualitas guru di Indonesia memang banyak yang rendah," ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, mengatakan bahwa guru yang mengikuti
kurikulum bukan sebaliknya. Pasalnya, jika menunggu peningkatan kualitas guru
maka tak akan ada perubahan kurikulum yang harusnya terjadi mengikuti
perkembangan zaman.
"Bukan kurikulum yang
menyesuaikan guru tapi sebaliknya. Kalau menunggu guru, mau kapan kurikulum
diubah sedangkan perkembangan zaman tidak menunggu," ujar Nuh.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/05/18274683/.Bukannya.Benahi.Guru.Malah.Utak-atik.Kurikulum
0 komentar:
Posting Komentar