ketidak tahuan adalah teman barumu yang terbaik

category

Rabu, 02 Mei 2012

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FAZLURRAHMAN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
Oleh: Muhammad Hanafi




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan islam telah terjadi adanya dikotomi, yang artinya ada dualisme sistem pendidikan Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kejian-kajian agama dengan ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan yang dikotomi ini menyebabkan pendidikan Islam belum mampu melahirkan mujtahid-mujtahid besar. Pendidikan Islam merupakan lembaga pendidikan ilmu-ilmu keislaman, efek pembaharuannya baru dirasakan dalam lapangan reorganisasi, dan tidak dalam kandungan ilmu-ilmu Islam seperti teologi dan filsafat. Pendidikan Tinggi Islam belum mampu membangun paradigma baru yang tetap berangkat dari pemahaman Al-Qur'an, sehingga mampu melahirkan apa yang disebut Fazlur Rahman dengan "intelektualisme Islam".

Bagi Fazlur Rahman, dikotomi tidak merupakan alasan, karena salah satu pendekatannya atau tawarannya adalah dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba untuk mengislamkannya, yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Maka, Fazlur Rahman, mengatakan perlu mewarnai bidang-bidang kajian tingkat tinggi dengan nilai-nilai Islam. Masalah pokoknya adalah bagaimana "memodernisasi" pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual bersama-sama dengan keterikatan yang serius kepada Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Fazlur Rahman?
2. Pendidikan Islam dalam perspektif sejarah menurut Fazlur Rahman
3. Pendidikan Islan menurut Fazlur Rahman
4. Kritis dan Kreatif dalam Pendidikan Islam

 

BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman dilahirkan pada 1919 di daerah Barat Laut Pakistan, dan dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi Mazhab Hanafi, sebuah Mazhab Sunni yang lebih bercorak rasional dari pada mazhab Sunni lainnya. Sekalipun ia pengikut Sunni, namun pemikirannya pada masa belakangan sangat kritis terhadap Sunni.

Fazlur Rahman, mempelajari ilmu-ilmu Islam secara formal di Madrasah. Selain itu, Ia juga menerima pelajaran dari ayahnya, seorang ulama dari Deoband. Setelah menamatkan pendidikan menengah di madrasah, Fazlur Rahman, melanjutkan studinya di Departemen Ketimuran, Universitas Punjab. Pada 1942, ia berhasil menyelesaikan pendidikan akademisnya di universitas tersebut dengan meraih gelar MA, dalam sastra Arab. Sekalipun ia terdidik dalam lingkungan pendidikan Islam tradisional, sikap kritis mengantarkan jati dirinya sebagai seorang pemikir yang berbeda dengan kebanyakan alumni madrasah. Sikap kritis yang menggambarkan ketidakpuasan terhadap system pendidikan tradisional, terlihat dari keputusannya studi ke Barat, Oxford University, Inggris. Pada tahun 1946, Satu tahun sebelum Pakistan merdeka ia berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya di Oxford University. Keputusannya merupakan awal sikap kontroversi Fazlur Rahman. Keputusan-nya untuk melanjutkan studi Islamnya ke Barat bukan tanpa alasan yang kuat. Kondisi obyektif masyarakat Pakistan belum mampu menciptakan iklim intelektual yang solid. Pada tahun 1951, Fazlur Rahman menyelesaikan studi doktornya di Oxford University dengan mengajukan disertasi tentang Ibnu Sina. Ia pernah mengajar di Universitas Durham untuk beberapa waktu, kemudian di Institute of Islamic Studic Research, Karachi.

Di antara karya-karyanya yang pernah dipublikasikan adalah: (1) Prophecy in Islam, London, 1958 : (2) Ibnu Sina, De Amina, (teks berbahasa Arab), Oxford, 1959 : (3) Islam; (4) Major Themes of the Qur'an, (5) Islamic Methodology in History, Islamabad, 1969. (6) Islam and Modernity Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago, 1982, dan beberapa tulisan atau buku lainnya.

Fazlur Rahman juga menjabat sebagai guru besar tentang pemikiran Islam di University of Chicago. Pada tahun 1970 Fazlur Rahman hijrah ke Amerika, ia menjadi Guru Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement of Near Eastem Languages and Civilization, University of Chicago. Keputusan-nya hijrah ke Chicago didasarkan pada pengalaman pengabdiannya di Pakistan, negeri dan tanah airnya sendiri. Bahwa Pakistan dan negeri-negeri Muslim lainnya belum siap menyediakan lingkungan kebebasan intelektual yang bertanggung jawab.

Fazlur Rahamn bukanlah seorang tokoh parsial dalam aspek pemikiran tertentu, misalnya teologi, filsafat, hukum Islam dan sebagainya, tetapi ia hampir-hampir mengkaji dan menguasai segala aspek pemikiran Islam dalam posisi yang hamper merata. Keseluruhan pemikiran Fazlur Rahman merupakan wujud dan kesadarannya akan krisis yang dihadapi Islam dewasa ini, di mana krisis tersebut sebagian berakar dalam sejarah Islam sendiri, dan sebagian lagi adalah tantangan modernitas. Dengan dorongan rasa tanggung jawab terhadap Islam, umat dan masa depan mereka di tengah tengah modernitas dewasa ini, Fazlur Rahman mengabdikan potensi intelektualnya untuk mengatasi krisis tersebut.

Fazlur Rahman menyuguhkan analisis perkembangan pendidikan tinggi Islam dan merumuskan alternatif metodologi pemikiran keislaman, sebagai rumusan jalan keluar dari seluruh kritisisme atas sejarah pemikiran keislaman. Fazlur Rahman sangat menyadari bahwa Krisis metodologi adalah penyebab kemunduran pemikiran Islam. Fazlur Rahman memandang bahwa alternatif metodologi adalah sebagai titik pusat penyelesaian krisis intelektualisme Islam. Implikasi dari alternatif metodologis ini merupakan proyek besar ummat Islam mengarah pada pembaharuan pemikiran Islam. Proyek besar tersebut memerlukan waktu yang panjang juga memerlukan sarana penunjang, yang tidak lain adalah sistem pendidikan Islam. Menurutnya Sistem pendidikan harus terlebih dahulu dimodernisasi, maka hal itu akan membuatnya mampu menyokong produktivitas intelektual Islam dengan cara menaikkan standar-standar intelektualnya.

Penyelenggaraan pendidikan tinggi Islam sekarang ini telah mengalami proses dikotomi yaitu menerapkan metode dan muatan pendidikan barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dengan metode dan muatan Islami yang berasal dari zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Penyelenggaran pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.

Fazlur Rahman menjadikan Al-Quran sebagai sentral penelitian untuk membangun konsep-konsep metodologis dan rumusan metodis interpretasi Al-Quran. “Pemahaman Al-Quran dengan konteks kemoderenan” merupakan tujuan yang hendak disumbangkan oleh Fazlur Rahman melalui usaha keras dalam membangun konsep dan merumuskan pemikirannya.
Program Fazlur Rahman yang terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru dalam penafsiran Al-Qur’an. Fazlur Rahman menyadari bahwa masalah internal yang harus diselesaikan oleh modernisme kontemporer. Masalah tersebut, menurutnya tidak cukup diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi harus diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

B. Pendidikan Islam dalam perspektif sejarah menurut Fazlur Rahman
Menurut Rahman, pendidikan islam ketika masa Rasulullah menerapkan metode membaca dan menulis, tetapi yang paling lazim adalah menghafal al-Qur’an dan al-Hadis. Namun ada juga kelompok kecil yang berusaha mengembangkan kemampuan intelektual. Kemudian pada masa abbasiyah, khalifah-khalifah tertentu, sepaerti Harun al- Rayid dan al-Makmun menekankan adu pendapat diantara para pelajar diistana mengenai persoalan logika, hukum, gramatika, dan sebagainya.

Selanjutnya yang dihadapi oleh institusi ini adalah masalah sumberdaya manusia. Selama dipimpin oleh fazlur Rahman (1962-1968) strategi yang dicoba diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah: mengangkat beberapa lulusan madrasah yang mempunyai pengetahuan bahasa inggris, memberikan mereka pelatihan teknik penelitian modern, merekrut sarjana yunior lulusan unuversitas jurusan filsafat atau ilmu-ilmu sosial, dan memberikan mereka pengetahuan bahasa arab dan disiplin ilmu islam klasik yang penting seperti Hadia dan Hukum islam. Disamping usaha-usaha itu, dilakukan juga dengan cara mengirim beberapa orang keluar negeri untuk memperoleh pelatihan dan gelar dalam studi islam, baik dinegara barat maupun timur. Fazlur Rahman juga berusaha mengundang doktor-doktor dari barat untuk menjalin kerjasama dan mengawasi riset yang dilakukan oleh para mahasiswa. Namun, usahanya gagal karena tidak adanya doktor yang seperti itu.

Secara mendasar, pembaharuan pendidikan islam, menurut Rahman, dapat dilakukan dengan menerima pendidikan sekuler modern, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep islam. Secara detail menurut Rahman, pembaharuan pendidikan umat islam mendesak untuk segera dilakukan dengan cara:
Pertama, membangkitkan idiologi umat islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan . kedua, berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan umat islam. Pada satu sisi lain, ada pendidikan modern (sekuler). Kedua sistem pendidikan ini sama-sama tidak beresnya. Karena itu, perlu ada upaya untuk mengintegrasikan keduanya. Ketiga, menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk mengeluarkan pendapat-pendapat yang orisinil. Menurut Rahman umat islam lemah dibidang bahasa. Bahkan ia katakan umat islam adalah masyarakat tanpa bahasa. Keempat, pembaharuan dibidang metode pendidikan islam, yaitu beralih dari metode mengulang-ulang dan menghafal pelajaran ke metode memahami dan menganalisis.

C. Pendidikan Islan menurut Fazlur Rahman
Pendidikan islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperti buku-buku yang diajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme islam karena baginya hal inilah yang dimaksud dengan esensi pendidikan tinggi islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran islam yang asli dan memedai, dan yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah sistem pendidikan islam.

Pendidikan islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan didunia islam seperti yang diselenggarakan dipakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk konteks Indonesia, meliputi pendidikan dipesantren, di madrasah (mulai dari ibtidaiyah sampai aliyah), dan diperguruan tinggi islam, bahkan bisa juga pendidikan agama islam disekolah (sejak dari dasar sampai lajutan atas) dan pendidikan agama islam diperguruan tinggi umum. Kedua, pendidikan tinggi islam yang disebut dengan intelektualisme islam. Lebih dari itu, pendidikan islam menurut Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifay-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya.

Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlur Rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.

D. Kritis dan Kreatif dalam Pendidikan Islam
Sifat kritis merupakan karakter utama Fazlur Rahman. Sifat kritis ini ditujukan oleh Rahman baik pada warisan islam sendiri maupun pada peradaban barat. Kritis terhadap peradaban barat menjadi penting karena peradaban ini telah mendominasi peradaban dunia selama beberapa abad terahir. Dengan domonasinya, peradaban barat sangat besar pengaruhnya pada peradaban umat islam sekarang. Oleh karena itu, para pemikir muslim harus betul-betul kritis terhadap peradaban tersebut. Disamping kritis pada diri Fazlur Rahman juga selalu mengalir sifat kreatif.

Kemampuam memecahkan masalah terkait erat dengan kemampuan kritis dan kreatif. Bahakan, dapat dikatakan bahwa menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan masalah juga menumbuhkembangkan sifat kritis dan kreatif. Memecahkan masalah tidak hanya dalam konteks ilmu pengetahuan, tetapi dalam semua aspek kehidupan. Pemecahan masalah bergerak dari masalah sederhana yang hanya menggunakan akal sehat sampai pada pemecahan masalah muskil yang menuntut prosedur berpikir yang lebih kompleks.

Proses berpikir untuk memecahkan masalah berlangsung dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan dimana masalah diselidiki dari segala arah sehingga semua informasi tentang masalah ditemukan. Kemudian masalah dianalisis dan didefinisikan. Proses ini menyangkut klasifikasi dan penilaian masalah. (2) tahap inkubasi dimana masalah seakan-akan terbawa tidur, tidak terpikirkan secara sadar dan dinamis, tetapi masalah itu merasuk kealam pikir yang nantinya akan mengalir keluar dalam wujud iluminasi kreatif. Tahap (3) disebut tahap ilmunisasi dimana ide atau kesimpulan baru muncul tidak terduga. (4) akhirnya suatu usaha sadar dilakukan untuk mencoba menentukan keshahihan dari kesimpulan yang didapat tadi sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan ilmiah, baik dengan menggunakan langkah-langkah logika maupun eksperimen.

Pada awalnya sifat kritis dan kreatif yang diperlukan adalah yang memungkinkan peserta didik berani dan memiliki rasa percaya diri untuk memahami wahyu secara langsung. Mereka tidak lagi menganggap bahwa hasil pemahaman ulama terhadap wahyu pada masa lalu merupakan hasil yang sudah fnal. Hasil-hasil ijtihad ulama masa lalu yang cocok untuk mengatasi persoalan pada waktu itu, belum tentu cocok untuk mengatasi persoalan sekarang dan masa mendatang. Oleh karena itu, mereka harus senantiasa melakukan ijtihad, guna untuk mengatasi persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

Tujuan dikembangkannya daya kritis dan kreatif dalam pendidikan islam adalah untuk menghasilkan output yang kritis dan kreatif. Atau dengan kata lain, pendidikan islam harus dapat mengembangkan anak didik yang kritis dan kreatif. anak didik yang kritis dan kreatif paling tidak mempunyai tiga ciri yang menonjol, yaitu: (1) mempunyai pemikiran asli atau orisinil (originality). (2) mempunyai keluwesan (flixibility), (3) menunjukkan kelancaran proses berfikir (fluency).

Diantara kegiatan pembelajara yang dapat mengembangkan daya kritis dan kreatif subyek didik adalah kegiatan yang meminta mereka, misalnya, mengubah warna, bentuk, disain, atau model, dan sebagainya. Dapat juga dikembangkan dengan cara mengarang. Misalnya, mereka disuruh membuat karangan bebas. Melalui karangan bebas, guru dapat dengan mudah mengetahui tingkat kekritisan dan kreatifitas mereka. Apakah mereka cenderung mencontoh karangan atau model yang sudah ada ataukah menciptakan sesuatu yang lain, menunjukkan kritis dan kreatif, atau tidaknya mereka.

Metode lain yang tidak kalah penting adalah metode diskusi. Sebaiknya, metode diskusi dilakukan dengan terbuka, dalam arti bahwa subyek didik bisa secara leluasa mengadakan diskusi, baik dengan guru maupun sesama teman-teman mereka, tanpa ada rasa takut dan batasan untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka. Guru hendaknya bertugas membuat kondisi semacam itu.

 

BAB III
PENUTUP
Kemunculan gagasan Rahman dilatarbelakangi oleh pengamatanya terhadap perkembangan pendidikan Islam di era modern di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Turki, Indonesia, Mesir dan Pakistan. Menurut Rahman Pendidikan islam di negara-negara tersebut masih dihadapkan kepada beberapa problema pendidikan yang antara laian berkaitan dengan; (1) Tujuan Pendidikan tidak diarahkan kepada tujuan yang positif. (2) Dikotomi sistem pendidikan (3) Rendahnya kualitas anak didik, munculnya pribadi-pribadi yang pecah dan tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam terhadap Islam (4) Sulitnya menemukan pendidik yang berkualitas dan professional serta memiliki pikiran yang kreatif dan terpadu, dan (5) minimnya buku-buku yang tersedia di perpustakaan.

 

DAFTAR PUSTAKA
Ghufron A. Mas'adi, 1997. Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodolog Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sutrisno,M. Ag, 2006. Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemelogi dan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Taufik Adnan Amal, 1994. Islam dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons