Indonesia merupakan negara yang besar terdiri dari ribuan kepulauaan yang terpencar sepanjang Nusantara, itupun diperkaya dengan suku, bahasa, agama dan budaya yang sangat beraneka ragam. Meskipun kita ini beraneka ragam tetapi bangsa ini juga dibekali dengan falsafah pemersatunya yaitu Pancasila, yang terbukti mampu menyatukan bangsa bhineka atau majemuk ini di tengah badai disintegrasi yang sering dihadapi bangsa ini.
Tidak semua bangsa memiliki falsafah dalam berbangsa dan bernegara seperti Indonesia. Falsafah ini begitu mendasar dan komprehensif, sehingga kemudian bisa dikukuhkan sebagai dasar dan ideologi negara. Indonesia mampu melahirkan ideologi tesendiri di tengah kuatnya dominasi ideologi Marxisme-Komunisme dan Kapitalisme-Imperialisme yang berkembang saat itu. Ini merupakan prestasi bangsa yang sangat berharga. Bangsa lain menaruh hormat dan segan pada kita, karena mampu membangun prestasi besar ini. Tetapi banyak di anatara kita sendiri yang tidak bisa menghargai prestasi ini, sehingga Pancasila disia-siakan, dianggap tidak relevan kemudian ditinggalkan. Sementara banyak bangsa lain iri hati dengan kita yang memiliki Pancasila, ada yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh. Tetapi ada yang ingin melenyapkannya secara diam-diam menggantinya dengan ideologi lain.
Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan Pancasila akan diambil dan diadopsi bangsa lain menjadi falsafah hidup mereka, dan ada pula yang berusaha menghancurkannya. Di sinilah kita perlu bersikap dan sekaligus bertindak memelihara dan menyelamatkan falsafah bangsa dan ideologi negara ini yaitu Pancasila. Saat ini Pancasila mulai digerogoti oleh ideologi lain baik dari kalangan Islam radikal maupun dari kelompok liberal. Keduanya manawarkan ideloginya sendiri baik ideologi Islam maupun ideologi liberal kapitalistik. Mereka berusaha pelan-pelan agar Pancasila tersingkir dari sistem politik, ekonomi dan budaya kita. Hal itu terbukti bahwa saat ini banyak undang-undang tidak lagi merujuk pada nilai-nilai Pancasila. Di sini kita perlu membangun kekuatan baru untuk menegaskan kembali Pancasila baik sebagai falsafah bangsa maupun sebagai ideologi negara. Sebagaimana kekayaan nasional yang lain, Pancasila perlu dibentengi, dipelihara dan diselamatkan dan dikembangkan agar terus relevan, sebagai pegangan hidup bersama.
Benteng Pancasila
Pancasila sebagai kekayaan bangsa yang sangat berharga dan terbukti sangat relevan dalam menyatukan dan menjadi pegangan bagi bangsa ini. Karena itu ideologi negara ini perlu dijaga digali kembali maknanya dan dikembangkan. Lembaga negara tentunya paling bertanggung jawab untuk hal ini, tetapi dalam kenyataannya saat ini lembaga negara belum cukup peduli dengan masalah ini, maka perguruan tinggi harus berdiri di depan, begitu pula ormas-ormas yang ada seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang selama ini sudah gigih mempertahankan dan mengembangkan Pancasila.
Sebagai perguruan tinggi yang menyandang nama besar Pancasila, maka Universitas Pancasila sesuai dengan namanya dan tujuan didirikannya, tentu saja paling bertanggung jawab dalam melestarikan, menyelamatkan, menggali dan mengembangkan Pancasila, agar universitas ini tidak mengalami ironi seperti universitas yang lain. Banyak universitas yang namannyya menggunakan nama tokoh bersejarah seperti nama-nama Walisongo, tetapi tidak memiliki kajian yang mendalam tentang wali yang bersangkutan misalnya kajian terhadap strategi budaya Sunan Kalijaga, Sunan Ampel dan sebagainya.
Begitu juga Universitas Gadjah Mada belum memiliki kajian yang mendalam tentang sistem ketatanegaraan yang dibangun oleh tokoh besar di zaman Majapahit tersebut. Begitu pula Universitas Diponegoro juga belum memiliki kajian terhadap sistem dan strategi pertahanan Diponegoro, justeru buku tentang Diponegoro ditulis oleh sarjana lain bahkan bangsa lain. Ini dialami oleh hampir seluruh universitas yang menggunakan nama tokoh nasional. Untuk itu jangan sampai Universitas pancasila menambah ironi-ironi semacam ini, namanya Universitas Pancasila tapi belum menjadi Pusat kajian Pancasila. Buku Negara Pancasila tulisan Dr. KH. As’ad Said Ali, Wakil Ketua Umum PBNU itu mestinya mendapat apresiasi serius dari Universitas ini, karena ini merupakan kajian Pancasila pasca Orde Baru, dengan cara pandang baru sesuai dengan era keterbukaan pasca reformasi.
Pancasila sebuah konsep yang dirumuskan secara singkat dan padat tetapi serba melingkupi, karena itu mudah diterima oleh semua pihak. Kalangan agama terutama NU memandang bahwa pancasila sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana ditegaskan dalam Munas NU tahun 1983 bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara Republik Indonesia mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan Islam. Ditegaskan pula bahwa penerimaan dan Pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya Umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Karena itulah bahwa Penerimaan NU terhadap Pancasila itu tidak bersifat politis dan teknis, tetapi lebih bersifat syar’i. Begitu juga agama yang lain menerima Pancasila karena sejalan dan tidak bertentangan dengan keyakinan mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila memiliki relevansi bagi kehidupan bangsa ini, pertama relevansi religius, yaitu sejalan dengan agama yang ada di Indonesia. Kedua memiliki relevansi filosofis, yaitu merupakan sumber tata-nilai dalam menjalin hubungan antar manusia. Ketiga memiliki relevansi politik, yaitu berfungsi sebagai faktor integratif yang mampu menyatukan bangsa yang berbeda aliran dan ideologi politiknya.
Nilai-nilai dasar Pancasila baik yang bersifat religius, nilai filosofis dan nilai politis, serta budaya itu yang perlu terus dikaji dan dikembangkan. Dan kalangan universitas-lah yang mestinya serius melakukan kajian yang mendalam seperti itu. Dengan demikian Pancasila akan menjadi falsafah hidup yang menarik bagi generasi muda dan sekaligus sebagai ideologi politik yang benar-benar operasional, sehingga terlaksana dalam kehidupan nyata. Selain itu banyak hal-hal yang perlu dikaji mulai dari sejarah kelahiran Pancasila itu sendiri, hingga upaya penggalian maknanya serta strategi penerapannya.
Beberapa Langkah Penting
Penegasan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi ini juga merupakan penegasan untuk menjaga semangat Bhineka Tunggal Ika bangsa ini. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu ditegaskan kembali bahwa: Untuk menjaga posisi Pancasila sebagai dasar dan falsasah negara yang merupakan sumber hukum tertinggi, maka segala bentuk hukum dan perundang-undangan yang ada di Republik Indonesia baik UUD 1945 ataupun undang-undang lainnya haruslah merujuk pada Pancasila. Segala bentuk hukum yang tidak sejalan dengan Pancasila apalagi bertentangan, harus dinyatakan batal demi hukum itu sendiri. Saat ini banyak hukum dan Undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila karena itu harus segera direview karena ini jelas-jelas telah merugikan negara dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Padahal jelas tujuan Pancasila adalah untuk menciptakan persatuan, gotong royong serta Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Dengan penegasan ini diharapkan Pancasila ditempatkan kembali pada posisinya semula yaitu: sebagai dasar dan ideologi negara serta falsafat bagi seluruh masyarakat dan bangsa, sehingga akan melahirkan masyarakat Pancasila yang hidup guyub, gotong royong, bersatu padu dalam membangun bangsa Inddonesia. Sistem hidup kekeluargaan sebagaimana diajarkan dalam Pancasila itulah yang semestinya diterapkan saat ini untuk mengembalikan solidaritsa sosial dan untuk menghindarkan terjadinya berbagai konflik kepentingan yang berkembang di masyarakat kita dewasa ini. Jaminan kerukunan sosial dan keamanan nasional merupakan prasyarat bagi terwujudnya masyarakat Adil dan Makmur yang dicitaa-citakan Pancasila.
Ini merupakan agenda besar yang harus dipikirkan dan dipikul oleh segenap bangsa ini. Karena itu dalam Munas NU di Cirebon bulan September 2012 baru-baru ini mengajak bangsa ini agar Kembali Ke Khittah Indonesia 1945, yaitu kembali pada semangat Proklamasi membangun negara yang merdeka dan Berdaulat. Kembali pada nilai-nilai Luhur Pancasila dan kembali pada amanat Mukadimah UUD 1945. Hal itu perlu ditegaskan kembali karena bangsa mengalami keterpurukan dan kehilangan jati diri ketika jauh meningalkan semangat Proklamasi dan tujuan didirikannya negeri ini, menyimpang dari falsafah Pancasila dan mengingkari amanat Mukadimah UUD 1945.
Sebagaimana sering saya tegaskan bahwa Pancasila tidak boleh hanya dipahami secara politik atau secara instrumental, sebagai alat pemersatu bangsa belaka. Tetapi lebih dari itu Pancasila harus dipahami secara substantif yaitu sebagai sumber tata nila, yang merupakan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, sehingga perlu terus-menerus dihayati dan dirujuk dalam setiap menata kehidupan. Dengan pendirian semacam itu, walaupun banyaknya Konvensi Internasional, baik yang sudah diratifikasi maupun belum diratifikasi oleh Pemerintah RI, sama sekali tidak boleh menggeser sedikitpun kedudukan Pancasila sebagai sumber tertinggi hukum dan tatanilai bangsa Indonesia.
Perlu diperhatikan juga bahwa ikhtilaf atau polemik mengenai hari lahir Pancasila yang sengaja dimunculkan kembali belakangan ini harus segera diatasi melalui kajian sejarah yang komprehensif. Bagaimanapun Pemunculan ikhtilaf ini, sangat membahayakan keberadaan dan kewibawaan Pancasila. Para Pimpinan Lembaga Tinggi Negara terutama pemerintah harus tegas menetapkan bahwa Pancasila lahir 1 Juni 1945. Ini dinyatakan oleh Penggalinya sendiri yaiutu Bung Karno, dan diakui oleh Penggali yang lain yaitu Mr. Muhammad Yamin serta dibenarkan Para Ulama seperti KH Wahab Hasbullah dan KH Saifuddin Zuhri. Dengan penegasan ini diharapkan tidak akan terjadi penggeseran terhadap sejarah dan status Pancasila sebagai dasar negara Republik Indponesia.
Sebagai langkah penting untuk membentengi Pancasila sebagai keputusan yang telah ditetapakan oleh para pendiri bangsa ini yang mewakili seluruh elemen masyarakat, elemen agama dan elemen golongan, bahwa Pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam bernegara. Dengan demikian, maka siapa saja dan organisasi apa saja yang terang-terangan bertentangan apalagi melawan ideologi Pancasila haruslah ditetapkan sebagai organisasi kriminal bahkan subversif yang tidak boleh leluasa mengembangkan ajarannya di negara Pancasila ini.
Sebagai langakah mendasar yang perlu dilalui adalah mengajarkan Pancasila baik di sekolah maupun organaisai sejak mulai usia dini. Karena Pancasila merupakan falasafah hidup yang mengajarkan dan memberi tuntunan tentang pergaulan hidup sehari-hari yang penuh teposeliro, tolong menolong dan saling menghargai. Falsafah hidup ini yang perlu ditanamkan sejak dini, karena ini merupakan ajaran leluhur bangsa ini, sehingga mudah diterima dan bisa diinternalisasi menjadi kesadaran yanag melekat pada setiap orang.
Penutup
Kajian yanag serius dan mendalam terhadap pancasila perlu dilakukan oleh perguruan tinggi, agar kajian yang dilakukan memiliki kwalifikasi ilmiah sebagaimana yang banyak dituntut saat ini, sehingga bisa dibandingkan dengan teori ilmiah yang lain. Langkah kretif yang sudah dirintis oleh Prof Mubyarto dari UGM dalam memperkenalkan sistem ekonomi Pancasila perlu diteruskan oleh universitas yang lain, terutama Universitas Pancasila. Saat ini sangat diperlukan adanya rumusan yang komprehensif mengenai sistem politik Pancasila atau rumusan dasar tentang demokrasi Pancasila, atau rumusan tentang sistem kebudayaan Pancasila dan seterusnya. Sebagai pendukung Pancasila, maka NU siap membantu pikiran dan tenaga pada Universitas Pancasila untuk melakuakan kajian Pancasila, karena NU telah memiliki banyak ulama dan sarjana yang serius mengkaji Pancasila secara sukarela.
Kenapa Marxisme begitu luas dikaji dan dijadikan sebagai pisau analisa membedah situasi. Kenapa sistem liberalisme-kapitalisme begitu mendalam mempengaruhi para intelektual dan politisi serta aktivis kita. Tidak lain karena ajaran dan ideologi mereka dirumuskan secara ilmiah dan diturunkan menjadi strategi dan teknik secara operasional. Maka falsafah pancasila ini juga perlu mendapatkan kajian yang sama sehingga bisa dirumuskan menjadi teori ilmiah yang valid dan meyakinkan sehingga layak dijadikan rujukan bahkan pegangan. Semuanya ini tugas besar yang menunggu sentuhan para ilmuwan di perguruan tinggi seperti universitas yang menyandang nama besar yaitu Universitas Pancasila ini.
Jakarta, 18 Oktober 2012
KH Said Aqil Siroj
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
*Makalah disampaiakan pada Stadium General di Universitas Pancasila Jakarta, Jakarta Convention Center (JCC), 23 Oktober 2012.