ketidak tahuan adalah teman barumu yang terbaik

category

Senin, 31 Oktober 2011

BIOGRAFI Prof. DR. KH. FUAD HASYIM

Beliau di lahairkan pada tanggal 26 Juni 1941 di Buntet Pesantren Desa Mertapada Kulon Kec. Astanajapura Kab. Cirebon dari seorang ibu yang bernama Ny. Hj. Karimah dan ayah bernama KH. Hasyim Manshur. Dari silsilahnya di ketahui bahwa beliau adalah keturunan ke-18 dari Syaikh Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Djati ).
Semenjak kecil beliau dididik ketat dan disiplin dengan kondisi lingkungan yang kental dengan tradisi pesantren sehingga pada umur 7 tahun beliau sudah mengkhatamkan Qiro’ah Imam Hafs, dan pada umur 13 tahun beliau telah menghatamkan Qiro’ah Sab’ah dengan sanad yang tersambung langsung kepada Rasulallah SAW.
Perjalanan pendidikan beliau di tanah kelahirannya Buntet Pesantren yang waktu itu belajar berbagai ilmu, dari ilmu nahwu shorof sebagai ilmu alat (gramatika) sampai ilmu fiqh, tauhid sebagai ilmu terapan. Guru-guru beliau semasa di Buntet Pesantren antara lain KH. Mustahdi Abbas, KH. Chawi, KH. Ahmad Zahid,
Beliau di lahairkan pada tanggal 26 Juni 1941 di Buntet Pesantren Desa Mertapada Kulon Kec. Astanajapura Kab. Cirebon dari seorang ibu yang bernama Ny. Hj. Karimah dan ayah bernama KH. Hasyim Manshur. Dari silsilahnya di ketahui bahwa beliau adalah keturunan ke-18 dari Syaikh Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Djati ).
Semenjak kecil beliau dididik ketat dan disiplin dengan kondisi lingkungan yang kental dengan tradisi pesantren sehingga pada umur 7 tahun beliau sudah mengkhatamkan Qiro’ah Imam Hafs, dan pada umur 13 tahun beliau telah menghatamkan Qiro’ah Sab’ah dengan sanad yang tersambung langsung kepada Rasulallah SAW.
Perjalanan pendidikan beliau di tanah kelahirannya Buntet Pesantren yang waktu itu belajar berbagai ilmu, dari ilmu nahwu shorof sebagai ilmu alat (gramatika) sampai ilmu fiqh, tauhid sebagai ilmu terapan. Guru-guru beliau semasa di Buntet Pesantren antara lain KH. Mustahdi Abbas, KH. Chawi, KH. Ahmad Zahid, KH. Arsyad dan kiai –kiai lainnya.
Setelah lulus SR (setingkat SD ), beliau melanjutkan pendidikannya keluar Buntet Pesantren tempat pertama yang dituju yaitu Pon-Pes Lasem Jawa Tengah, di sana beliau hanya belajar 13 (tiga belas) bulan, yang pada waktu itu guru-guru beliau adalah KH. Ma’sum Lasem, KH. Ahmad Syakir, KH. Baidlowi dan KH. Mansyur Kholil, setelah belajar di Pon-Pes Lasem, beliau melanjutkan ke Pon-Pes Al-Falah Ploso Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri Jawa Timur, Di Pon-Pes Al-Falah Ploso beliau mengkaji ilmu sastra arab selama beberapa bulan, setelah itu beliau paindah ke Pon-Pes Lirboyo Kodya Kediri untuk memeperdalam ilmu ushul fiqh. Dan terakhir beliau belajar di Pon-Pes Bendo Pere Kediri selama 4 (empat) bulan untuk memperdalam ilmu tashawwuf.
Pendidikannya tidak sampai di situ, kemudian beliau kembali ke Buntet Pesantren untuk mengamalkan ilmunya dan kembali belajar, sistem belajar yang beliau terapkan tidak sama seperti semasa di pesantren tetapi lebih mengacu dan bersandar pada sistem “self study “, jalan penyelesaian yang beliau tempuh adalah mempraktekan belajar secara “otodidak”, dengan cara memebeli kitab dan mengumpulkan bacaan yang bermanfaat, kitab-kitab beliau tersebut berangka kisaran tahun 1965-an.
Beliau belum puas dengan menuntut ilmu, di sela-sela kesibukannya dalam menunaikan ibadah haji (1977), beliau kemudian menyempatkan diri belajar pada ulama yang berada di tanah Mekkah, di antaranya : Prof. DR. Assayid Muhammad bin Alawy bin Abbas Al-Hasany Al-Maliky dan KH.Syaikh Yusuf bin Isa Al-Fadany Al Maliky, di tanah Makkah beliau belajar ilmu hadits dan tafsir.
Aktifitas organisasi KH. MA. Fu’ad Hasyim berawal dari Pon-Pes Bendo Kediri, yang saat itu beliau menduduki jabatan sebagai ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) cabang Istimewa Pare pada tahun 1958.
Kemuadian pada tahun 1959, KH. Ma. Fu’ad hasyim aktif di Nahdlatul Ulama sebagai mubaligh. Didasari dengan istiqomah dan kecintaan yang kuat terhadap NU, pada periode kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) beliau dipercaya sebagai Rois Syuriah pengurus besar Nahdlotul Ulama hasil Muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta, hinggga beliau seda/wafat.

Biografi Singkat, Bapak Demokrasi-Pluralis

Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Selain Gus Dur, adiknya Gus Dur juga merupakan sosok tokoh nasional.
Berdasarkan silsilah keluarga, Gus Dur mengaku memiliki darah Tionghoa yakni dari keturunan Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V (Suara Merdeka, 22 Maret 2004).
Gus Dur sempat kuliah di Universitas Al Azhar di Kairo-Mesir (tidak selesai) selama 2 tahun dan melanjutkan studinya di Universitas Baghdad-Irak. Selesai masa studinya, Gus Dur pun pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Gus Dur terjun dalam dunia jurnalistik sebagai kaum ‘cendekiawan’ muslim yang progresif yang berjiwa sosial demokrat. Pada masa yang sama, Gus Dur terpanggil untuk berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Hal ini dilakukan demi menjaga agar nilai-nilai tradisional pesantren tidak tergerus, pada saat yang sama mengembangkan pesantren. Hal ini disebabkan pada saat itu, pesantren berusaha mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah.
Karir KH Abdurrahman Wahid terus merangkak dan menjadi penulis nuntuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Meskipun memiliki karir yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis Es Lilin istrinya (Barton.2002. Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 108)
Sakit Bukan Menjadi Penghalang Mengabdi
Pada Januari 1998, Gus Dur diserang stroke dan berhasil diselamatkan oleh tim dokter. Namun, sebagai akibatnya kondisi kesehatan dan penglihatan Presiden RI ke-4 ini memburuk. Selain karena stroke, diduga masalah kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat diantara orangtuanya.
Dalam keterbatasan fisik dan kesehatnnya, Gus Dur terus mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa meski harus duduk di kursi roda. Meninggalnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 ini membuat kita kehilangan sosok guru bangsa. Seorang tokoh bangsa yang berani berbicara apa adanya atas nama keadilan dan kebenaran dalam kemajemukan hidup di nusantara.
Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari tentara.
Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden. Meski ia pernah menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”
-Gus Dur- (diungkap kembali oleh Hermawi Taslim)
Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Ia dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.


Karir Organisasi NU
Pada awal 1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.
Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.
Menjelang Munas 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.


Menjadi Presiden RI ke-4
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland
Benar… Gus Dur lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.
Selain usaha perdamaaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara. Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.
Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.
Kendati pendapatnya tidak selalu benar — untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain — adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman. Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini.
Dan apabila kita meniliki pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.
Belum satu bulan menjabat presiden, Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.
Selama menjadi Presiden RI itu, Gus Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Dua skandal “Buloggate” dan “Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.
Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan jasa yang tidak terlupakan.

Hal-Hal Positif dari Gus Dur
All religions insist on peace. From this we might think that the religious struggle for peace is simple … but it is not. The deep problem is that people use religion wrongly in pursuit of victory and triumph. This sad fact then leads to conflict with people who have different beliefs.
-KH Abdurrahman Wahid- (source)
Mantan Ketua DPP PKB, Hermawi Taslim yang selama 10 tahun terakhir turut bersama Gus Dur dalam segala aktivitasnya mengungkapkan tiga prinsip dalam hidup Gus Dur yang selalu ia sampaikan kepada orang-orang terdekatnya.
• Pertama : Akan selalu berpihak pada yang lemah.
• Kedua : Anti-diskriminasi dalam bentuk apa pun.
• Ketiga : Tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.
Gus Dur merupakan salah tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.
Gus Dur dalam pemerintahannya telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas darma dan baktinya. Layaknya kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di Indonesia.


Doktor kehormatan dan Penghargaan Lain
Dikancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :
• Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
• Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
• Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
• Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
• Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
• Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
• Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)
Penghargaan-penghargaan lain :
• Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
• Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
• Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
• Pejuang Kebebasan Pers

Selamat Jalan Gus Dur
Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur
Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat tempat yang ‘agung’.

DOA SEHELAI DAUN KERING

Jangankan suaraku, ya 'Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Jangankan sapaanku, ya Matin
Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan
Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Betapa tidak wajar aku merasa berhak untuk mereka hormati
Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali
Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka sakiti
Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu
Sedangkan IbrahimMu dibakar
Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut
Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian
Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir

Wahai Jabbar Mutakabbir
Engkau Maha Agung dan aku kerdil
Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar
Rasul kekasihMu mashum dan aku bergelimang hawa
Nabi utusanMu terpelihara sedangkan aku terjerembab-jerembab
Wahai Mannan wahai Karim
Wahai Fattah wahai Halim
Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu
Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu
Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang dan pembelaanMu

Emha Ainun Nadjib Jakarta 11 Pebruari 1999

Sabtu, 29 Oktober 2011

Merenungkan Kembali Makna Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda mengingatkan kita semua bahwa Indonesia ini adalah milik kita bersama, tidak peduli dari kalangan agama atau suku yang mana pun, atau dari kalangan aliran politik yang bagaimana pun. Sumpah Pemuda telah mengikrarkan bahwa kita adalah satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa.

Sumpah Pemuda pula yang mengingatkan bahwa kita dibangun atas pondasi perbedaan baik agama, suku, kebudayaan, kepulauan dan beragam latar belakang perbedaan.
Sumpah Pemuda adalah komitmen kebangsaan yang membuka cakrawala baru menuju pada kemerdekaan.


Dengan Sumpah Pemuda semua perjuangan yang bersifat kedaerahan, sendiri-sendiri disatukan dalam sebuah paham kebangsaan. Dan tonggak penting itu amat berarti dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dapat dibayangkan ketika proklamasi diucapkan tanpa komitmen penting membangun sebuah rumah bangsa yang besar bernama: Indonesia. Tugas para pemimpin bangsa pun menjadi lebih ringan dengan adanya deklarasi Sumpah Pemuda.

Dengan Sumpah Pemuda, para pendiri bangsa hendak meyakinkan generasi penerusnya bahwa perbedaan yang dimiliki bangsa ini adalah kekuatan dahsyat untuk mengusir penjajah. Sumpah Pemuda menegaskan ikrar kebangsaan bermuara pada kemerdekaan bangsa. Inspirasi penting Sumpah Pemuda menegaskan perjuangan bernuansa kedaerahan yang terpecah belah tidak akan mampu membulatkan tekad mengusir penjajah.

Untuk pertama kalinya perjuangan yang bersifat etnis kedaerahan menjadi perjuangan kebangsaaan. Dengan demikian Sumpah Pemuda sejatinya pengorbanan para pendiri bangsa yang berani menyingkirkan semua aliran kesukuan, keagamaan, aliran politik ke dalam bingkai satu nusa satu bangsa dan satu bahasa.

Pada titik ini keteladanan para pendiri bangsa relevan digemakan kembali. Ketika bangsa mulai terdapat gejala retak karena korupsi, lemahnya integrasi dan konflik bernuansa etnis keagamaan pengorbanan para pendiri bangsa adalah contoh kuat.

Kini, di era reformasi ketika semangat kejuangan pemuda layak digugat dan dipertanyakan pengorbanan para pendiri bangsa menemukan relevansinya. Ketika perbedaan atas nama suku, agama dan ras ditonjolkan bahkan dijual untuk komoditas politik kekuasaan.

Ketika perbedaan atas nama agama, etnis semakin ditonjolkan, ketika kekerasan atas nama agama kian berjangkit serta perbedaan kesukuan kian menganga semangat patriotisme kepemudaan layak digelorakan kembali. Pada saat semangat Sumpah Pemuda yang merupakan pengorbanan para pendiri bangsa terasa pudar maknanya kita membutuhkan perekat persatuan dan kebangsaan yang mampu menyatukan dari beragam perbedaan.

Sumpah Pemuda hanya bisa betul-betul dihayati atau dipatuhi, kalau semua merasa mendapat perlakuan yang adil. Sumpah Pemuda hanya bisa betul-betul diakui atau ditaati secara bersama dengan sepenuh hati, kalau semua merasa dihargai setara. Adalah pengkhianatan terhadap Sumpah Pemuda, kalau ada golongan yang mau memaksakan secara sewenang-wenang faham keagamaannya atau aliran politiknya.

Sumpah Pemuda mengingatkan kita semua, bahwa di Indonesia tidak boleh ada golongan yang merasa ditindas, dianaktirikan, dikucilkan, atau diabaikan. Sumpah Pemuda harus melahirkan keadilan bagi semua dan tidak ada perbedaan. Sekarang ini, setelah bangsa kita sudah merdeka, Sumpah Pemuda masih menjadi perekat yang ampuh menyatukan segala macam perbedaan.

Sumpah Pemuda adalah inspirasi amat penting para pendiri bangsa mau berkorban untuk masa depan bangsa. Loyalitas sebagai warga bangsa perlu terus ditumbuhsuburkan, Dengan semangat dan jiwa asli Sumpah Pemuda yang dicetuskan dalam tahun 1928, kita perlu berusaha bersama-sama untuk menjadikan Indonesia yang berpenduduk 237 juta orang ini sebagai milik kita bersama.

Indonesia adalah untuk semua golongan, yang merupakan berbagai komponen bangsa. Saatnya pengorbanan besar seperti para pemuda itu dinyalakan kembali. Dengan mengibarkan panji-panji Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila kita perlu berjuang terus bersama-sama demi kepentingan seluruh rakyat, demi kesejahteraan dan kedamaian berbagai golongan suku, keturunan, agama, dan aliran politik.

Makna Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda
• Pertama, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
• Kedoea, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
• Ketiga, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Demikian pernyataan isi "Sumpah Pemuda" sebelum menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan, dimana sejarah mencatat bahwa perubahan negeri ini banyak dipengaruhi oleh pemuda. Gagasan penyelenggaraan Kongres  Pemuda berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang kemudian dikenal sebagai momentum Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 menjadi sejarah dan juga sebuah bukti bahwa pemuda memiliki semangat yang tinggi dalam upaya perbaikan negerinya.
Semangat baru ini dikobarkan para pemuda ditengah masa penjajahan. Dengan satu tujuan mencapai cita‐cita negara Indonesia yang berdaulat. Berbagai peristiwa mewarnai perjuangan mereka dan rela berkorban hanya
untuk mengedepankan persatuan, kesatuan, dan tujujan kemerdekaan. Pada saat itu, orang berbicara tentang
pentingnya kesatuan, karena melihat kondisi kehidupan masyarakat terpecah‐pecah oleh kolonialisme Belanda.
Ketika akhirnya tebentuk negara Indonesia pada tahun 1945, dan pada masa pembentukan itu Indonesia
mengalami krisis kesatuan dan kebangsaan. Era yang dalam bentangan sejarah disebut masa demokrasi‐liberal, yang ditandai dengan berbagai pemberontakan daerah dan mengakar kuatnya partai politik. Masa‐masa yang dilalui dari era demokrasi terpimpin, orde baru, hingga reformasi. Rentang waktu sejarah perjalanan bangsa indonesia sudah cukup panjang.
Dan kini, kita sebagai generasi penerus perlu merenungi kembali makna sumpah pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu yang tinggi. Tapi apakah ikatan kita sebagai sebuah bangsa sudah kuat dan kokoh. Ini perlu jadi renungan para tokoh bangsa. Ketika tanah air ini aman‐aman saja, apakah semangat nasional jadi luntur, semangat kebangsaan ikut memudar ?
Pada kenyataanya, banyak kaum muda saat ini yang mencoreng dirinya sendiri sebagai generasi penerus bangsa sebagai sosok yang tidak berguna dengan pergaulan yang dilarang dalam agama dan hukum, seperti pecandu narkoba, dan bertindak semaunya tanpa berfikir rasional. Banyak alasan yang mereka kemukakan sebagai pembelaan diri, tetapi sebagai kaum pemuda yang menjadi harapan bangsa harus selalu melihat kedepan dengan segala kemampuanya berusaha dengan sebaik mungkin dan menjadi kebanggaan baik didalam keluarga atau masyarakat, juga mengabdi kepada agama dan bangsa.
Demokrasi yang kita jalani sekarang bisa memberikan berbagai dampak positif dan negatif, apabila tak diikuti
dengan kesadaran semangat kebangsaan yang tinggi, tentu saja demokratisasi tidak membuat kita terpecah.
Semangat dan jiwa Sumpah Pemuda perlu digelorakan kembali dalam jiwa kaum muda sekarang. Masa depan bangsa ini terletak pada etos kerja dan semangat kaum muda. Dalam sejarah bangsa manapun di dunia, kaum muda tetap menduduki posisi penting pada setiap perubahan. Sumpah Pemuda berkumandang, gelora dansemangat kaum muda dituntut di masa sekarang, dengan tujuan memperbaiki kondisi ekonomi bangsa dan mensejaterakan rakyat Indonesia. Bangkit dan Berjuanglah Pemuda Pemudi Indonesia........!

Jumat, 28 Oktober 2011

Makalah “Masalah Pendidikan Di Indonesia”

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012


Oleh: Muhammad Hanafi



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?

3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?

4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.

2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.

3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

2. Bagi Guru

Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia

Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).

Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:

· Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.

· Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.

· Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.

· Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.

· Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.

· Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.

· Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.

· Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.


6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

B. Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

Makalah "Filsafat Modern"

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012


Oleh: Muhammad Hanafi



A. PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri lagi, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama tiga abad (abad ke-14, ke-15 dan ke-18), yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance dan Afklaerung.
Renaisanne berarti kelahiran kembali, yang mengacu pada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di italia (pertengahan abad ke-14-abad ke-15). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup kristiani dengan mengaitkan filsafat yunani dengan ajaran agama kristen. Selain itu juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Renaissance akan banyak menberikan segala aspek realitas perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada aka yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang di perlukan juga pemecahannya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir “dunia baru” yang penghuninya dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.
Munculnya Aufklaerung atau masa perubahan merupakan sebua kritis terhadap pandangan rasionalisme dan empirisme. Sala satunya tokohnya yaitu Khan, Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur apriori dalampengenalan, berarti unsure-uunsur yang terlepas dari segalah pengalaman.Sedangkan Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman ( seperti Locke yang menganggap rasio sebagai” Lembaran putih “- as a white paper). Menuru Kant ,baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpadun antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.


B. FILSAFAT MODERN
1. Latar belakang Munculnya Renaissance
Runtuhnya kebudayaan Abad Pertengahan disusul oleh periode pertentangan pemisahan dan perubahan-perubahan mendalam dalam bidang politik, ekonomi, dan agama. Periode Renaissance, Reformasi dan Rasionalisasi, merupakan peralihan ke arah dan juga permulaan zaman modern. Tiga aliran inilah yang memberikan wajah baru pada kebudayaan Eropa Barat, yang lain dari kebudayaan Abad Pertengahan. Perubahan ini merupakan proses selama beberapa abad dan sangat lambat, sehingga para ahli sejarah masih belum sependapat, dimana akan menempatkan batas antara berbagai periode itu.
Dalam abad XIX pemisahan antara abad pertengahan dan zaman baru masih sangat jelas dan tajam. Renaissance, reformasi, jatuhnya konstantinivel, penemuan –penemuan geografis, penemuan seni cetak buku semua terjadi dalam pertengahan kedua abad XV dan dasawarsa pertama abad XVI. Tetapi, dengan dilontarkannya masalah pengertian “Renaissance” oleh sementara orang untuk dikembalikan jauh ke masa Abad Pertengahan, bahkan sampai masa Karel Agung , maka masalah batas-batas orang yang tak senang membicarakan Abad pertengahan dan Zaman Modern, tetapi lebih senang berbicara tentang kebudayaan Abad Pertengahan dan kebudayaan Modern.
Kebudayaan modern lebih bersifat sekuler daripada kebudayaan Abad Pertengahan. Sebagai kekuasaan pemerintah yang menguasai kebudayaan, Negara lebih menggantikan kedudukan gereja. Kekuasaan gereja ini lambat laun menjadi lemah, sedang dilain pihak Negara kebangsaan lebih meningkatkan kekuasaannya.
Renaissance dianggap sebagai masa peralihan dari abad pertengahan ke Zaman Modern dan dengan demikian ia memiliki unsure-unsur abad pertengahan dan modern, unsur-unsur keagamaan dan profane, otoriter dan individualistis. Bukan pengertian yang mendadak disegala bidang, atau pembaharuan yang tiba-tiba, melainkan suatu peralihan yang berangsur-angsur. Tetapi ini semua tak berarti pengingkaran, bahwa Renaissance umumnya dianggap sebagai suatu titik peralihan di dalam sejarah kebudayaan barat.
Lambat laun nilai-nilai Kristiani Abad Pertengahan mulai kehilangan arti. Ide-ide tradisional Abad Pertengahan tidak lagi member kepuasan. Kepercayan kepada Tuhan tidak lagi member arah kepada pandangan hidup manusia.
Batas yang jelas mengenai kapan dimulainya penghabisan Abad Pertengahan sulit ditentukan. Yang dapat ditentukan ialah bahwa abad pertengahan itu telah selesai tatkala datangnya Zaman Renaissance, abad ke 15 dan ke 16. Abad pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat terbatas, perkembangan sains sulit terjadi, juga perkembangan filsafat, bahkan dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendirinya. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif, didalam perenungan mencari alternatif itu orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikungkung, sains maju, yaitu zaman dan peradaban Yunani kuno. Usaha ini sebenarnya telah dimulai didalam karya orang-orang Italia di dalam kesusastraan
2. Renaissance
Istilah ini berasal dari bahasa Perancis yang berarti kebangkitan kembali. Dalam bahasa Latin, re+nasci berarti lahir kembali. Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia, sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang sejarahwan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardt untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan. Karya filsafat pada abad ini sering disebut filsafat renaissance. Tokoh pertama Filsafat Modern adalah Descartes, dan dia menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman,bukan ayat suci, bukan yang lainnya.
Menurut Jules Michelet, sejarawan Perancis terkenal, Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia dan bukan sekedar sebagai kebangkitan kembali yang merupakan permulaan kebangkitan modern. Bila dikaitkan dengan keadaan , Renaissance adalah masa antara zaman pertengahan dan zaman modern yang dapat dipandang sebagai masa peralihan, yang ditandai oleh terjadinya sejumlah kekacuan dalam bidang pemikiran. Dialah yang mula-mula menyatakan bahwa Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan peradaban yang merupakan permulaan kebangkitan dunia modern. Jacob Burckhardt yang menginterprestasikan Renaissance, yang merupakan kelahiran spirit modern dalam transformasi idea dan lembaga-lembaga. Dari berbagai pendapat tersebut , dapat diambil kesimpulan bahwa Renaissance merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak diujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad modern
3. Ciri-ciri Zaman Renaissance
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah peradaban. Voltaire, orang yang membagi babak sejarah peradaban menjadi empat, menganggap Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke19, Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra.
Ciri utama Renaissance ialah:
a. Humanisme
b. Empirisme
c. Rasionalisme
a. Humanisme
Humanisme ialah pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya. Ini suatu pandangan yang tidak menyenangkan orang-orang yang beragama.
Humanisme, menurut Ali Syariati, berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. Aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya.
Teori humanisme barat dibangun atas asas yang sama dengan yang dimiliki mitologi yunani kuno bahwa antara langit dan bumi, alam dewa-dewa dan alam manusia, terdapat oertentangan dan pertarungan, sampai-sampai muncul kebencian antara keduanya. Para Dewa adalah kekuatan yang memusuhi manusia. Seluruh perbuatan dan kesadaranya ditegakkan atas kekuasaannya yang lazim terhadap manusia yang dibelenggu oleh kelemahan dan kebodohannya. Hal itu dilakukan karena dewa-dewa takut menghadapi ancaman kesadaran, kebebasan, kemerdekaan, dan kepemimpinan manusia atas alam. Setiap manusia yang menempuh jalan ini dipandang telah melakukan dosa besar dan memberontak pada dewa-dewa. Karena pemberontakannya itu, manusia dihukum dengan berbagai siksaan yang amat kejam.
b. Empirisme
Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktri empirisme adalah lawan dari rasionalisme.
1. Thomas Hobbes ( 1588-1679)
Ia seorang ahli fikir Inggris di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke Oxford untuk belajar logika Skolastik dan fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Aristotelian. Sumbangan yang besar sebagai ahli piker adalah suatu system materialistic yang besar, temasuk juga perikehidupan organis dan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia mengemukakan teori kontrak social.
Dalam tulisannya, ia telah menyusun suatu system pemikiran yang berpangkaal pada dasar-dasar empiris, di samping itu juga menerima metode dalam ilmu alam yang matematis.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau gejala-gejala yang diperoleh dari sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hokum ilmu pasti atau ilmu alam.
2. John Locke (1932-1704)
Ia dilahirkan di wrington, dekat Bristol, Inggris. Di smping sbagai seorang ahli hokum, ia juga menyukai fisafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh manusia memakai kemampuannya.
Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya. Sementara itu, Reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang sifatnya lebi baik daripada sensation. Tiap-tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation dan replection.
3. David Hume ( 1711-1766 )
David hume berpendapat bahwa seluruh pengetahuan merupakan jumlah dari pengalaman-pengalaman. Dengan bukunya yang terkenal adalah An Enquiry Concerning Understanding dan ia merupakan tokoh empiris yang konsekuen.
Menurut Hume dalam budi kata tidak ada suatu ide yang tidak sesuai dengan impression. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman.
c. Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Decratos ( 1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan trpilah pilih.
Rene Decratos yang mendirikan aliran rasionalsme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat di percaya adalah akal. Decratos menginginkan cara yang baru dalam berfikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan.
4. Aufklaerung ( masa pencerahan )
Filsafat abad ke-18 di Jerman disebut Zaman Aufklarung atau zaman pencerahan yang di Inggris dikenal dengan Enlightenment,yaitu suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa dalam pemikiran filsafatnya. Namun setelah Immanuel Kant mengadakan penyelidikan dan kritik terhadap peran pengetahuan akal barula manusia terasa bebas dari otoritas yang datang dari luar manusia demi kemajuan peradaban manusia. Pemberian nama ini juga dikarenakan pada zaman itu manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Immanuel Kant mendefenisikan zaman itu dengan mengatakan, “Dengan Aufklarung dimaksudkan bahwa manusia keluar dari keadaan tidak balig yang dengannya ia sendiri bersalah.” Apa sebabnya manusia itu sendiri yang bersalah? Karena manusia itu sendiri tidak menggunakan kemungkinan yang ada padanya, yaitu rasio.
Sebagai latar belakangnya,manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti,biologi,filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan . Disisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton ( 1642-1727) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis.
Dengan demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia Barat yang sudah dimulai sejak Renaissance dan Reformasi. Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program khusus diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional.
5. Aliran-aliran yang muncul dimasa pencerahan (Aufklaerung)
a. Kritisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian Prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh Eropa,terutama di Jerman. Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah,siapah sebenarnya dikatakan sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri? Kant mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada awalnya Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya, karena ia mengetahui bahwa dalam empirisme terkandung skeptisme. Untuk itu tetap mengakui kebenaran ilmu dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
Ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
• Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
• Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
b. Deisme
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Allah menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Allah dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya. Maksud aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi beserta dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, kepada kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari segala ajaran Gereja. Yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran adalah akal. Tokoh-tokoh yang mewakili aliran ini di antaranya adalah John Toland (1670-1722), yang menulis Christianity not mysterious (1696), dan Matteh Tindal (1656-1733), yang menulis Christianity as Old as Creation (1730).
C. KESIMPULAN
Di abad ke-14 – ke-15 aliran renaissance telah berkembang, namun pada masa renaisan masih banyak pebedan-perbedaan, terutama pada aliran rasionalisme dan empirisme yang sangat bertentangan,namun pada abad ke-18 dimulai suatu zaman baru yang memang telah berakar pada Renaissance (Masa yang juga disebut masa keraguan,dirinya dan jiwanya saja diragukan. Yang tidak di ragukan hanya dirinya yang ragu itu ,keraguan yang dimaksud disini adalah keraguan metafisik) dan mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Masa ini disebut dengan masa pencerahan atau Aufklarung yang menurut Immanuel Kant,di zaman ini manusia terlepas dari keadaan tidak balik yang disebabkan oleh kesalahan manusia itu sendir yang tidak memanfaatkan akalnya. Voltaire menyebut zaman pencerahan sebagai “zaman akal” dimana manusia merasa bebas,zaman perwalian pemikiran manusia dianggap sudah berakhir,mereka merdeka dari segala kuasa dari luar dirinya. Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program khusus diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional.

Rabu, 26 Oktober 2011

Indonesia Geoportal: Portal Pemetaan Interaktif Pertama di Dunia

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) meluncurkan portal pemetaan terlengkap di Indonesia. Peta ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggerakkan perekonomian hingga mengatasi bencana.

Geoportal ini berisi informasi pemetaan yang sebelumnya tersebar di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Sebelum Geoportal diluncurkan, tak ada wadah yang bisa menampung informasi pemetaan ini, sehingga data itu tersebar ke dalam pulau-pulau informasi.

“Dengan Geoportal, pulau-pulau informasi bisa diintegrasikan ke dalam satu antarmuka,” ujar Kepala Bakosurtanal Asep Karsidi saat peluncuran “Indonesia Geoportal” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, kemarin.

Asep yakin kehadiran Geoportal dapat mendorong pembangunan nasional. Di Indonesia, 90 persen kegiatan perekonomian melibatkan data geospasial, sehingga Geoportal yang terbuka bagi masyarakat luas sangat bermanfaat.


Deputi Bidang Infrastruktur Data Bakosurtanal Yusuf Surachman melihat fungsi lain Geoportal. Informasi demografis lengkap dari layanan ini bisa dipakai untuk kepentingan darurat, misalnya bencana. Indonesia yang sering terkena bencana kini memiliki pedoman pemetaan dalam menghadapi bencana.

“Portal bisa dipakai untuk menampilkan total kerugian, wilayah terdampak, dan menentukan lokasi evakuasi warga,” kata Yusuf.

Menariknya, Geoportal juga terhubung dengan berbagai layanan media sosial. Dengan demikian pengguna bisa mengetahui informasi secara real time yang dibagikan oleh jurnalis warga melalui Twitter dan YouTube.

Hingga saat ini data pada Geoportal disumbangkan oleh 14 institusi pemerintah. Beberapa institusi tersebut adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, dan Badan Pertanahan Nasional.

Geoportal membuat Indonesia mencatatkan diri sebagai negara pertama yang memiliki layanan pemetaan tematik integratif berbasis web interaktif. Indonesia mendahului Amerika Serikat, yang juga berniat meluncurkan layanan ini. Sedangkan Malaysia juga memiliki geoportal pemetaan, tapi dalam versi sederhana yang kurang interaktif.

Laman Geoportal bisa diakses melalui alamat http://maps.ina-sdi.or.id/home/

Sumber: http://reloadinsan.blogspot.com/

Film Batas meski masih terbatas di beberapa hal namun banyak memberikan banyak hal yang tak terbatas! (Erfano//guru dan pengamat film)

“Rudi Soejarwo kembali!” Itu yang saya ucapkan ketika pertama kali mengetahui akan dirilisnya film teranyar Rudi yang bersetting Kalimantan. Keyakinan saya bertambah saat tahu film ini mengandung unsur pendidikan. Behind the Scene film ini pun sudah saya lihat beberapa hari lalu di sebuah stasiun televisi. Bertambahlah keyakinan saya bahwa film ini tidak akan mengecewakan.

Jaleswari yang dikirim perusahaannya untuk mengetahui terputusnya program pendidikan di pedalaman Entikong, Kalimantan Barat. Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Niatnya hanya untuk mengecek, Jaleswari malah dikira guru yang dikirim menggantikan guru yang sudah ‘kabur’ sebelumnya. Borneo salah satu murid merasa senang dan semangat untuk kembali belajar….

Jaleswari akhirnya bersedia menjadi guru. Masih berpikir sempit Jaleswari yang dibantu Adeus merasa bahwa bersekolah itu musti berada di ruang kelas. Namun bersekolah di ruangan dengan waktu yang sudah ditentukan nyatanya mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Sebabnya anak-anak lebih diutamakan untuk membantu orang tua mereka untuk berladang atau berburu daripada sekolah.

Melihat keadaan ini Jaleswari nyaris menyerah. Belum lagi teror yang dilakukan Otik yang merupakan gembong penjualan gadis yang ingin menyingkirkannya. Namun Jaleswari bukanlah wanita lemah. Saat melihat anak-anak berburu timbullah ide Jaleswari untuk melakukan pembelajaran di luar kelas. Belajar bisa di mana saja, begitu kira-kira.

Maka Jaleswari mengajarkan gaya gravitasi di hutan, mengajarkan api memerlukan oksigen di malam hari dan kegiata pembelajaran seru lainnya. Pembelajaran menyenangkan yang dibuat Jales membuat ia mulai diterima masyarakat. Namun Otik masih melakukan teror agar Jales tak betah dan meninggalakn desa tersebut…..

Konflik demi konflik di Film Batas berlangsung dengan alur lambat. Klimaks di film Batas pun kurang tertata untuk mencapai puncaknya. Membuat beberapa bagain terasa membosankan. Satu hal yang patut diperhatikan adalah penggunaan kata-kata yang terlalu berintelektual dan mengarah pada puitis. Bagi saya itu tak masalah tapi tidak semua penonton menyukai kata-kata di dialog yang digunakan. Sehingga sebelum film habis beberapa penonton memilih keluar duluan. Mungkin otaknya terbatas dalam mencerna bahasa Film Batas.

Namun secara keseluruhan Film Batas setidaknya mengingatkan, khususnya untuk para guru/pendidik. Agar tak melulu terbatas pada ruang dan waktu dalam melakukan pembelajaran. Pembelajaran kontekstual yang mesti digalakkan karena lebih efektif dan efisien. Inilah yang saya lakukan jika mengisi pelatihan di daerah-daerah. Pembelajaran tak harus melulu ada teknologi atau harus berembel-embel sekolah bertaraf internasional.

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran dengan menggunakan potensi lokal yang dimiliki daerah setempat. Memanfaatkan alam dan budaya dalam setiap pembelajaran untuk anak-anak. Pembelajaran kontekstual menjadi pembelajaran yang menyenangkan jika dibuat menyenangkan. Sama halnya dengan Film Batas, pembelajaran kontekstual yang dibuat Jaleswari begitu menyenangkan.

Satu hal yang juga menjadi renungan adalah rasa syukur kita yang tinggal di kota atau daerah yang cukup sarana dan prasarananya. Film Batas mengajarkan itu, tidak ada listrik kamar mandi dan of course mall….. Film Batas meski masih terbatas di beberapa hal namun banyak memberikan banyak hal yang tak terbatas!


http://www.facebook.com/Film.Batas/posts/186617161386460

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons